Pilkada 2020: Kompetisi Turun, Fenomena Kotak Kosong Naik

suaracianjur.com
September 08, 2020 | 22:55 WIB Last Updated 2020-09-08T15:55:23Z
   Pilkada 2020: Kompetisi Turun, Fenomena Kotak Kosong Naik

SUARA CIANJUR ■ Kualitas demokrasi dalam pemilihan kepala daerah serentak semakin menurun terlihat dari berkurangnya jumlah pasangan calon dan meningkatnya fenomena kotak kosong.

Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi mengatakan semangat demokrasi dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) terus menurun dari tahun ke tahun.

Kata dia, hal tersebut terlihat dari penurunan jumlah pasangan calon yang berkompetisi dalam Pilkada serentak di berbagai daerah. Selain itu, potensi calon tunggal melawan kotak kosong juga meningkat pada Pilkada serentak 2020.

"Sebelum Pilkada serentak 2015, hitungan kasar saya, itu rata-rata peserta pemilu 5-6 pasangan calon per wilayah. Bahkan di Kabupaten Kaur pernah ada 11 calon," ujar Burhanuddin Muhtadi dalam diskusi daring "FGD Oligarki dan HAM: Konsep dan Praktiknya di Indonesia" pada Senin (7/9/2020).

Burhanuddin Muhtadi menjelaskan sejumlah nama yang memiliki elektabilitas tinggi dalam sejumlah survei juga tidak dapat mencalonkan diri dalam Pilkada serentak 2020. Salah satunya, yaitu Bupati Kendal (Jawa Tengah) Mirna Annisa karena kurangnya dukungan partai politik.

Menurutnya, kondisi ini dikarenakan begitu ketatnya syarat seseorang dalam mencalonkan diri sebagai kepala daerah pada Pilkada serentak 2020.

"Itu menciptakan kawin paksa politik, karena ada calon yang diusulkan taruhlah Islam tapi karena kursinya tidak cukup akhirnya menggandeng calon dari partai lain. Jadi saya sebut kawin paksa politik karena pada dasarnya kimianya tidak ketemu," tambah Burhan.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, partai atau gabungan partai dapat mengusung pasangan calon jika memiliki minimal 20 persen kursi DPRD. Sedangkan untuk calon perseorangan diwajibkan mendapat dukungan antara 6,5-10 persen dari jumlah masyarakat yang tercatat dalam daftar pemilih tetap.

Fenomena Calon Tunggal

Sementara itu, Direktur Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Agustyati lembaganya menghitung setidaknya ada 28 daerah yang akan diikuti pasangan calon.

Menurutnya, jumlah tersebut terus meningkat jika dibandingkan dengan pilkada-pilkada sebelumnya. Antara lain pilkada 2018 sebanyak 16 daerah, pilkada 2017 sebanyak 9 daerah dan pilkada 2015 hanya 3 daerah.

"Selain fenomena calon tunggal, ternyata di pilkada 2020 juga berpotensi hampir 50 persen daerah diikuti 2 paslon. Mungkin sekitar 128 daerah yang calonnya hanya 2, selebihnya 3 atau 4 calon, saya belum lihat calonnya di atas lima paslon (pasangan calon)," jelas Khoirunnisa Agustyati.

Khoirunnisa mengusulkan syarat minimal dukungan jumlah kursi atau jumlah suara untuk pencalonan dari jalur partai politik dihilangkan dalam Pilkada serentak 2020.

Selain itu, Perludem juga mengusulkan syarat dukungan untuk calon dari jalur perseorangan untuk dikurangi. Hal tersebut untuk mengembalikan semangat kompetisi dan potensi tingginya calon tunggal.

"Berikutnya Menaikkan alokasi dana negara untuk partai politik. Kenapa ini penting, salah satu permasalahan di parpol adalah masalah keuangan untuk membiayai seluruh kantor di daerah, harus punya anggaran besar. Akhirnya parpol mungkin bergantung ke pengusaha-pengusaha," tambahnya.

Hak Politik

Sementara Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat menilai kontestasi politik dalam konteks demokrasi Indonesia tidak mengenal perbedaan, baik suku agama, dan ras (SARA) yang berpotensi pada diskriminasi dan intoleransi.

Menurutnya, semua warga negara memiliki hak politik untuk memilih dan dipilih seperti yang tercantum dalam Pasal 28 D ayat 3 UUD 1945 yang berbunyi "“Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan."

"Sehingga apabila kita lihat konteks sekarang, menghalangi seseorang untuk mencalonkan diri semata-mata karena kandidat memiliki hubungan kekerabatan dengan penguasa justru melanggar kebebasan dan merampas hak politik seseorang," jelas Lestari Moerdijat.

Lestari Moerdijat mengusulkan perlunya pendidikan politik agar dapat menyadarkan masyarakat tentang pentingnya kompetensi pemimpin. Sehingga, kata dia, masyarakat tidak mendukung dan tidak memilih pemimpin yang tidak kompeten dalam pemilihan kepala daerah.

Pendaftaran Bapaslon Ditutup

Minggu (6/9/2020) lalu, KPU resmi menutup tahap pendaftaran bakal pasangan calon (bapaslon) pemilihan 2020. KPU menyampaikan sejak dibuka pada 4 September 2020 hingga batas akhir pendaftaran, ada 687 bapaslon yang diterima pendaftarannya berdasarkan data yang dihimpun oleh Sistem Informasi Pencalonan (Silon) per pukul 24.00 WIB.

Dari jumlah tersebut, 22 bapaslon mendaftar untuk pemilihan gubernur dan wakil gubernur, 570 mendaftar untuk pemilihan bupati dan wakil bupati sementara 95 mendaftar untuk pemilihan wali kota dan wakil wali kota.

Adapun untuk jumlah berdasarkan jenis kelamin, 1.233 bakal pasangan calon merupakan laki-laki dan 141 perempuan. Sebanyak 626 diusung oleh partai politik atau gabungan partai politik dan 61 maju dari jalur perseorangan. Berdasakan hasil tes usap (swab test), juga diketahui 37 bapaslon dari 21 provinsi dinyatakan positif corona usai menjalani tes.

KPU selanjutnya akan memverifikasi berkas pencalonan berkas pencalonan bapaslon. Sedangkan untuk 28 daerah dengan satu bapaslon, KPU kabupaten/kota akan membuka pendaftaran kembali setelah melakukan proses penundaan dan sosialisasi. [VOA]


Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Pilkada 2020: Kompetisi Turun, Fenomena Kotak Kosong Naik

Trending Now

Iklan