SUARA CIANJUR | CIANJUR – Pengertian DPO sesuai Peraturan Kapolri. Dilansir dari laman Mahkamahlappung.com Pengertian DPO atau Daftar Pencarian Orang dapat dipahami publik sesuai dengan apa yang tertuang di dalam Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana dan Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana. Selasa (19/11/2024).
Kata DPO muncul sebanyak 9 kali di dalam Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012. Pengertian DPO dapat dilihat apabila merujuk pada Pasal 31 ayat 1.
Penerbitan DPO ini bertujuan agar orang yang masuk dalam daftar tersebut dapat ditangkap di mana pun berada. Pihak yang dicatat dalam DPO ini dikatakan adalah seseorang dengan status tersangka atas perkara yang telah memasuki tahapan penyidikan.
Tersangka tersebut dapat dicatat sebagai DPO apabila telah lebih dari 3 kali dipanggil untuk menjalani pemeriksaan dalam tahap penyidikan dan ternyata tidak jelas keberadaannya atau tidak menghadiri panggilan-panggilan tersebut.
”Tersangka yang telah dipanggil untuk pemeriksaan dalam rangka penyidikan perkara sampai lebih dari 3 kali dan ternyata tidak jelas keberadaannya, dapat dicatat di dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) dan dibuatkan Surat Pencarian Orang,” demikian bunyi Pasal 31 ayat 1 tersebut.
Dalam Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019 pada Pasal 17 ayat 6 disebutkan bahwa seseorang tersangka yang dipanggil untuk menjalani tahapan proses penyidikan perkara namun tidak jelas keberadaannya akan dicatat dalam DPO.
”Tersangka yang telah dipanggil untuk pemeriksaan guna penyidikan perkara dan tidak jelas keberadaannya,
dicatat di dalam Daftar Pencarian Orang dan dibuatkan surat pencarian orang,” demikian bunyi Pasal 17 ayat 6 tersebut.
Tak hanya berdasarkan Peraturan Kapolri, pengertian DPO juga dapat dilihat dari Kamus Besar Bahasa Indonesia yang ada pada laman resmi Kemendikbud.
”Daftar Pencarian Orang (daftar orang-orang yang dicari atau menjadi target pihak aparat kepolisian, secara umum merujuk kepada orang hilang dan pelaku kriminal),” demikian dikutip pada laman kemendikbud.go.id.
Proses Penetapan dan Penghapusan Status DPO
Dikutip dari Maharnews.com. Berikut prosedur penetapan DPO menurut Perkap 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana dan Perkaba No.3 Tahun 2014 tentang SOP Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana:
Apabila tersangka benar-benar terlibat dalam suatu tindak pidana berdasarkan bukti-bukti yang cukup sebagai tersangka, maka ada resiko untuk didakwa dengan tindak pidana yang dituduhkan itu setelah dikuatkan dalam perjalanan perkara. Kami sedang menyelidiki.
Dalam hal tersangka tidak ditemukan setelah dilakukan upaya paksa berupa pemanggilan dan penangkapan serta penggeledahan tersangka sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Yang membuat dan menandatangani DPO adalah pengawas/asisten pemeriksa dan/atau pemeriksa atau pembantu pemeriksa yang dikenal Kasatker sebagai pemeriksa.
Setelah DPO diterbitkan, inspektur akan:
Mengungkapkan kepada publik melalui layanan humas lokal.
Kirim ke departemen kepolisian lain dan transfer informasi ke jajaran dan file untuk pengungkapan.
DPO harus mencantumkan dan menjelaskan secara rinci:
Nama lengkap kantor polisi yang mengeluarkan DPO;
Nomor telepon kontak penyidik
Nomor dan tanggal laporan polisi
Nama pemohon
Uraian singkat kasus
Pelanggaran sehubungan dengan pelanggaran;
Ciri-ciri/identitas buronan (melampirkan foto dengan ciri-ciri yang lengkap dan spesifik dari tersangka yang dicari, antara lain nama, umur, alamat, pekerjaan, tinggi badan, warna kulit, jenis kelamin, kebangsaan, rambut, hidung, sidik jari, dsb)
Untuk penghapusan status DPO bisa dilakukan apabila sudah terjadi daluarsa sesuai dengan hukum pasal 78 KUHP. Status DPO juga dapat dicabut apabila kurang atau tidak adanya alat bukti yang cukup.
(Litbang Suara Cianjur)