SUARA CIANJUR | CIPANAS - Konflik sengketa lahan antara PT. Surya Eden Utama (SEU) dengan PT. Haji Putra Indonesia (HPI) sudah berlangsung sangat lama, keduanya saling berhadapan mempermasalahkan lahan hotel yasmin, kini kasusnya memasuki babak baru, kedua belah pihak bersikukuh mempermasalahkan batas lahan, hingga mendatangkan tim ukur dari ATR/BPN Kabupaten Cianjur untuk melakukan pengukuran, guna menyelesaikan perselisihan yang sudah lama berlangsung. Rabu (11/6/2025).
Menurut Esam Omar Mohhamed Azzubaidi owner dari PT. Haji Putra Indonesia (HPI) kepada awak media suara cianjur mengatakan, hari ini Senin, 10 Juni 2025 agendanya adalah penetapan batas lahan, berdasarkan hasil ukur dari ATR/BPN Cianjur.
" Pengukuran yang di lakukan badan pertanahan cianjur, tujuannya untuk membedakan antara fasilitas umum dengan tanah hak milik, penetapan ini harus jelas patokannya, berlangsungnya pengukuran ini saya sangat setuju, agar kita semua bisa mengetahui batas hak sesuai ketentuan," kata Esam, Selasa (10/6/2025).
" Kami, dari PT HPI juga memiliki hak akses menggunakan fasilitas umum, karena itu merupakan hak eksklusif PT HPI agar dapat memasuki tanah milik kami," tandasnya.
Esam menambahkan. PT SEU sudah tidak memiliki kepemilikan satu meter pun di area Kapling Yasmin, karena seluruhnya telah terjual. Menurutnya, sisa lahan di area tersebut kini hanya berupa fasilitas umum dari tanah induk.
Hal ini, imbuhnya, telah tercatat di BPN Cianjur saat perpanjangan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) Nomor 1772 dan 1771 yang menyatakan bahwa perpanjangan tersebut atas nama PT SEU adalah untuk jalan sarana umum.
Selanjutnya Ia menduga ada pelanggaran yang dilakukan PT SEU, pihaknya dinilai tidak menyerahkan fasilitas umum tersebut kepada Pemerintah Kabupaten Cianjur, meskipun seharusnya dilakukan dalam kurun waktu 5 hingga 10 tahun.
Terkait pemasangan patok, lanjut Esam, kami memperingatkan agar tidak ada pemagaran di area fasilitas umum dan patok-patok yang terpasang tidak diganggu, dengan ketinggian 20 cm dari tanah, agar tidak menghalangi lalu lintas.
" Apabila pihak Surya Eden melakukan pemagaran, saya sendiri akan membongkarnya, karena itu adalah fasilitas umum dan saya harus masuk ke tanah saya," ancamnya.
Ia bahkan menegaskan, bahwa kesepakatan di BPN hanya sebatas pemasangan patok, bukan pemagaran.
Di sisi lain, Delicia Sirapadji, perwakilan dari PT Surya Eden Utama (SEU), menyatakan bahwa pada awalnya, pemahaman PT SEU mengenai batas sertifikat sudah jelas seperti yang terlihat di lapangan. Namun, ia menyebutkan bahwa pihak lawan mengklaim batas yang berbeda.
" Awalnya kita tahunya ada apa mereka menyatakan yang lain sampai sini gitu kan," jelas Delicia.
Sambung Delicia, oleh karena itu, PT SEU meminta bantuan BPN untuk menentukan batas yang sebenarnya. Dalam pertemuan di BPN, kedua belah pihak mengajukan batas lahan masing-masing. PT SEU mengajukan batas berdasarkan sertifikat 1772 dan 1885, sementara pihak lawan mengajukan klaim dengan dasar yang menurutnya belum jelas.
" Langsung BPN menyatakan oke berdasarkan dokumen yang ada di BPN, berdasarkan sertifikat yang ada di BPN yang kami ajukan itu yang benar," tegas Delicia.
Ia menambahkan, meskipun pertemuan sempat berlarut, BPN tetap berpegang pada sertifikat sebagai dasar penetapan batas.
Setelah proses di BPN, pihak BPN langsung datang ke lokasi untuk menetapkan batas lahan dengan pemasangan titik-titik patok sesuai dengan dokumen yang ada.
Delicia menyatakan, bahwa untuk langkah selanjutnya, ia tidak memiliki kapasitas dan akan menyerahkan kepada pimpinannya.
" Kami ini dipercayakan untuk melaksanakan pematokan karena adanya perlawanan dari pihak lawan," ungkapnya.
Terakhir Delicia menyebutkan bahwa rencana awal adalah pemagaran, namun untuk sementara, penetapan titik patok sudah dilakukan dan PT SEU akan menunggu arahan selanjutnya dari pimpinan.
(Indra)