Kepala BBTNGGP: Tidak ada Penggusuran, Masyarakat Dilibatkan dan Dirangkul Sebagai Mitra Konservasi

suaracianjur.com
Juli 24, 2025 | 20:17 WIB Last Updated 2025-07-24T13:21:34Z
Foto: Dok. (Indra/SC) Kepala Balai Besar TNGGP Ir.Arief Mahmud,M.Si dan Kementerian ESDM dalam Konprensi press.

SUARA CIANJUR | CIPANAS RAYA - Indonesia terus melangkah maju dalam mewujudkan masa depan energi yang bersih, mandiri, dan berkelanjutan. Salah satu langkah strategis yang ditempuh adalah pengembangan energi panas bumi yang tidak hanya mendukung ketahanan energi nasional, tetapi juga menjadi bagian integral dari upaya global dalam mengatasi krisis iklim.

Semangat ini sejalan dengan Asta Cita visi pembangunan Presiden Republik Indonesia, yang menempatkan kemandirian energi berbasis sumber daya domestik sebagai salah satu prioritas utama.

Sebagai bentuk kontribusi terhadap agenda nasional tersebut, Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (BBTNGGP) bersama Direktorat Panas Bumi, Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, menyelenggarakan kegiatan media gathering pada Kamis, 24 Juli 2025, di Kantor Balai Besar TNGGP, Jawa Barat.

Kegiatan ini menjadi ruang dialog terbuka antara pemerintah dan media untuk memperluas pemahaman publik mengenai pemanfaatan panas bumi di kawasan konservasi, khususnya di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Proses pengembangan dilakukan secara bertanggung jawab berlandaskan prinsip kelestarian, dengan mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dukungan penuh dari kementerian terkait serta pengelola kawasan.

Konservasi dan pembangunan dapat berjalan seiring sebagai dua pilar kemajuan yang saling melengkapi. Di era transisi energi seperti sekarang, kita memiliki peluang besar untuk menjaga kelestarian lingkungan sekaligus mendorong pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan dengan prinsip ekologis, dialogis, dan partisipatif, di mana seluruh pemangku kepentingan terlibat aktif sejak awal.

“Kami yakin bahwa Pangrango dapat menjadi contoh nyata kolaborasi yang harmonis antara masyarakat lokal, pelestarian alam, dan pemenuhan kebutuhan energi nasional,” ujar Ir. Arief Mahmud, M.Si., Kepala Balai Besar TNGGP dalam konprensi press.

Pemanfaatan energi panas bumi di kawasan konservasi merupakan salah satu bentuk kontribusi strategis dalam mendukung kebutuhan energi bersih nasional, sekaligus menjaga prinsip kelestarian lingkungan. Inisiatif ini memiliki dasar hukum yang kuat sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi, yang memungkinkan pengembangan panas bumi di kawasan konservasi dengan sejumlah syarat, termasuk pengawasan ketat dan pelibatan aktif masyarakat.

Izin lingkungan untuk proyek panas bumi di kawasan ini telah diterbitkan melalui prosedur resmi sesuai ketentuan yang berlaku, memastikan bahwa aspek keberlanjutan dan perlindungan lingkungan telah dipertimbangkan sejak awal.

Ketentuan tersebut diperjelas melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) No. P.4 Tahun 2019, yang secara khusus mengatur tata cara pemanfaatan jasa lingkungan panas bumi di taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam. Peraturan ini menekankan bahwa kegiatan eksplorasi dan pemanfaatan harus dilaksanakan secara bertanggung jawab dengan tetap mengedepankan fungsi konservasi kawasan.

Sebagai pengelola kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, TNGGP yang merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) di bawah Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, berperan aktif dalam memastikan seluruh proses berjalan sesuai prinsip pengelolaan taman nasional yang berkelanjutan dan menjaga integritas ekologis kawasan.

Salah satu wilayah yang saat ini sedang dikembangkan adalah Cipanas di Kabupaten Cianjur, yang telah ditetapkan sebagai Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) oleh Kementerian ESDM melalui Keputusan Menteri Nomor 2778 K/30/MEM/2014. Sejak tahun 2022, kegiatan eksplorasi di kawasan ini dilaksanakan oleh PT Daya Mas Geopatra Pangrango (DMGP).

Rencana area eksplorasi yang akan digunakan sangat terbatas, hanya 0,02% dari total luas kawasan TNGGP, dan berada di zona pemanfaatan yang secara historis telah lama dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai lahan perkebunan sayur (eks Perhutani). Tidak ada pengusiran terhadap masyarakat penggarap, melainkan pelibatan mereka sebagai mitra konservasi.

“Ini bukan hutan primer yang dibuka, melainkan lahan eksisting yang telah digunakan untuk budidaya. Tidak ada penggusuran, justru masyarakat kami libatkan dan rangkul sebagai mitra konservasi. Kami percaya bahwa konservasi dan pemanfaatan energi terbarukan bisa berjalan beriringan selama dijalankan secara bertanggung jawab dan sesuai regulasi,” tegas Arief.

Kegiatan ini juga tidak mempengaruhi aktivitas pendakian Gunung Gede Pangrango. Jalur pendakian tetap dapat diakses oleh publik tanpa gangguan. Hal ini menjadi komitmen pengelola dalam menjaga fungsi wisata dan rekreasi alam TNGGP.

Sementara itu, Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM menegaskan bahwa pengembangan energi panas bumi merupakan bagian penting dalam strategi transisi energi nasional. Selain mendukung bauran energi bersih, panas bumi juga dikenal sebagai sumber energi yang stabil, ramah lingkungan, dan berkelanjutan karena tidak menghasilkan emisi gas rumah kaca maupun limbah berbahaya.

Proyek panas bumi di Cipanas yang berlokasi di kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango menjadi contoh nyata kolaborasi lintas sektor yang berdampak positif bagi masyarakat lokal.

“Proyek ini membuka peluang edukasi tentang energi terbarukan, mendorong pelatihan keterampilan teknis, dan memfasilitasi alih teknologi,” kata Andi Susmanto, S.T., M.Si., Subkoordinator Penyiapan dan Evaluasi Wilayah Kerja Panas Bumi EBTKE.

“Selain itu, proyek panas bumi di Cipanas juga menciptakan lapangan kerja, mendukung pertumbuhan ekonomi lokal, pengembangan infrastruktur, dan membantu mengurangi ketergantungan pada energi fosil sambil memberikan manfaat nyata bagi lingkungan dan masyarakat sekitar,” sambungnya.

Keberhasilan pengembangan energi bersih seperti panas bumi sangat bergantung pada kolaborasi yang kuat antara berbagai pemangku kepentingan.

“Keterlibatan aktif pemerintah, pengelola kawasan konservasi, dan masyarakat dinilai sebagai fondasi utama untuk memastikan proyek berjalan tidak hanya efisien secara teknis, tetapi juga berkelanjutan secara sosial dan ekologis,” tutup Andi.

(Indra)
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Kepala BBTNGGP: Tidak ada Penggusuran, Masyarakat Dilibatkan dan Dirangkul Sebagai Mitra Konservasi

Trending Now

Iklan