Foto: Dok. (Indra/SC) Pagar Beton Tinggi Membelah Kampung, Lilik: Hentikan Perampasan Tanah Leluhur Warga Tegalega!. |
SUARA CIANJUR | CIPANAS - Konflik lahan di Kampung Tegalega RT. 01/02 RW 09 Desa Palasari, Kecamatan Cipanas, kembali memanas. Warga menuding pihak korporasi telah mengklaim dan menggarap tanah leluhur mereka tanpa dasar yang jelas, bahkan membangun pagar beton raksasa yang membelah kampung. Lilik, Ketua Lembaga Adat Desa Palasari, pada Rabu (13/8/2025) menyampaikan keresahan warga. Jumat (15/8/2025).
“ Ada konflik tanah, pagar tembok raksasa, dan galian pasir yang brutal di sini!," ungkap Lilik pada Rabu (13/8).
Menurut Lilik, tanah yang kini dipersoalkan sejak 1959 telah digarap warga dan ditanami sayuran. Warga memiliki surat garap dari desa serta rutin membayar PBB sebagai bukti pengakuan pemerintah.
Namun, pada 2004, SJ (Nama lengkap ada di redaksi) perwakilan korporasi muncul dengan membawa HGB (Hak Guna Bangunan) dan IMB, mengklaim lahan tersebut untuk membangun vila dan cottage.
“ Warga jelas menolak! Mereka diperlakukan tidak adil, tiba-tiba datang membawa HGB seolah itu tanah mereka,” kata Lilik.
Perlawanan warga sempat berujung pada penahanan sekitar 20 orang setelah adanya laporan dari pihak korporasi. Namun, janji perusahaan untuk merekrut warga sebagai tenaga kerja sempat membuat warga melunak.
Ironis! Alih-alih membangun vila, perusahaan tersebut malah melakukan penambangan pasir besar-besaran.
“ Lahan ini belum jelas legalitasnya, tapi mereka datang dengan dua HGB: 2,5 hektar dan 6,9 hektar, total 9,4 hektar. Kami tidak pernah melihat dokumen HGB itu,” jelas Lilik.
Ia mempertanyakan sikap BPN yang mengeluarkan HGB tanpa musyawarah dengan masyarakat.
“ Tidak ada satu pun warga yang diajak rembug,” tambahnya.
Saat ini, tembok beton tinggi dibangun memutus akses kampung. Jalan setapak yang tersisa hanya selebar 30 cm hingga 1,5 meter. Selain itu, penambangan pasir membuat sumber mata air warga di RT 02 kering dan kolam warga menghilang.
“ Saya sudah layangkan surat, dan akhirnya penambangan itu ditutup pemerintah,” ujar Lilik.
Upaya sudah ditempuh, termasuk mengirim surat ke pemerintah pusat dan anggota DPR RI, juga pernah datang kelokasi. Namun, menurut Lilik, hasilnya masih nihil.
“ Pendeknya tidak tahu, membisu dan bungkam saja,” katanya
Harapan warga Tegalega sederhana: kembalikan tanah yang bukan perusahaan kepada masyarakat.
“ Tanah ini bisa jadi tonggak ketahanan pangan seperti yang dicanangkan Presiden dan menanam jagung di mana-mana,” pungkas Lilik.
(Indra)