Berdalih PHI, Aset Pabrik PT MSJ Cimahi Selatan Diduga Dijarah, Perkara Mandek, Penegakan Hukum Dipertanyakan!

suaracianjur.com
Mei 12, 2025 | 20:42 WIB Last Updated 2025-05-12T13:59:36Z
Foto: Dok. (Jayantara News) Photo istimewa.

SUARA CIANJUR | CIMAHI - Sebuah persoalan hukum yang sarat kejanggalan mencuat di Cimahi Selatan. PT Matahari Sentosa Jaya (MSJ) melaporkan kehilangan aset perusahaan senilai sekitar Rp60 miliar yang diduga dilakukan oleh sejumlah mantan pekerja dan pihak yang mengatasnamakan kuasa hukum. Insiden ini menyisakan pertanyaan besar mengenai keberadaan dan respons negara, khususnya aparat penegak hukum. Senin (12/5/2025).

Dikutip dari Jayantara News Peristiwa terjadi pada 18 September 2024, saat sejumlah individu memasuki area pabrik di Jalan Joyodikromo dan membawa keluar berbagai mesin serta peralatan industri menggunakan truk fuso. 

Aksi ini disebut-sebut sebagai bagian dari proses pengambilalihan aset oleh pihak pembeli. Namun, hingga kini belum ditemukan bukti sah berupa dokumen transaksi, proses lelang terbuka, atau keputusan hukum berkekuatan tetap yang membenarkan pemindahan tersebut.

Nama-nama seperti Fitriani, Ikin Kusmawan, dan Pepet Saepul Karim, S.H., telah dilaporkan oleh Vashdev Dhalamal ke Polda Jabar pada 16 Desember 2024, melalui laporan polisi nomor: LP/B/554/XII/2024/SPKT/Polda Jabar. Namun, hingga lebih dari lima bulan berlalu, laporan tersebut belum menunjukkan perkembangan berarti. Berbagai dugaan miring mencuat di masyarakat, termasuk adanya indikasi gratifikasi kepada aparat penegak hukum guna menghentikan proses penyelidikan.

Pernyataan dari Yusral Supit, kuasa hukum salah satu terlapor, menyebut bahwa perkara telah dihentikan karena pelapor dianggap tidak memiliki kedudukan hukum di dalam struktur PT MSJ. Ia pun menepis dugaan adanya suap. Namun, ketidakhadiran dokumen resmi berupa Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) menimbulkan tanda tanya besar. Sebagaimana diatur dalam Pasal 109 ayat (2) KUHAP, penghentian penyidikan wajib disertai penerbitan SP3 yang diberitahukan kepada pelapor dan jaksa.

Tanpa dokumen tersebut, secara hukum, perkara belum sah dihentikan, dan langkah praperadilan terbuka sebagai upaya hukum lanjutan.

Aspek lain yang turut dipersoalkan adalah dasar hukum dari pengambilalihan aset. Proses ini dikaitkan dengan Putusan PHI No. 27/Eks-PHI/2020/PN.Bdg yang mengatur penyitaan aset sebagai jaminan pembayaran hak buruh. Namun setelah 12 kali lelang dinyatakan gagal, sebagian pihak diduga menjadikan kondisi tersebut sebagai celah untuk mengalihkan aset tanpa prosedur sah.

Kementerian Ketenagakerjaan RI sendiri melalui surat No. 4/75/HE.03.01/III/2025 telah mengingatkan bahwa pengalihan sepihak terhadap aset sitaan tidak diperkenankan. Kenyataannya, mesin-mesin yang menjadi objek sita dan dijaminkan ke BRI diduga telah berpindah tangan, bahkan bangunan pabrik dibongkar.

Data yang dihimpun menunjukkan bahwa hanya sekitar 280 dari total 1.510 buruh yang menerima kompensasi sebesar Rp18 juta per orang. Padahal, nilai aset yang dilaporkan telah terjual mencapai miliaran rupiah. Ke mana aliran dana dari penjualan aset ini seharusnya menjadi perhatian serius para pemangku kepentingan, termasuk perbankan yang terlibat dalam agunan.

Hingga berita ini diterbitkan, konfirmasi yang diajukan kepada pihak-pihak terkait, antara lain Fitriani, perwakilan BRI bernama Dani, dan H. Ali yang disebut sebagai pembeli, belum memperoleh respons.

Masyarakat, aktivis hukum, dan organisasi pers mendorong agar Polda Jabar membuka kembali perkara ini secara transparan dan akuntabel. Bila benar perkara telah dihentikan, maka pelapor dan publik berhak mengetahui alasannya melalui dokumen resmi. Sebaliknya, jika perkara belum dihentikan, maka kelambanan penanganan berpotensi mencederai rasa keadilan.

Agus Chepy Kurniadi, mewakili media independen, menyatakan bahwa pihaknya akan mengirimkan surat resmi kepada Polda Jabar guna memperoleh klarifikasi.

“ Kami akan kawal perkara ini hingga tuntas. Hukum seharusnya berpihak pada kebenaran dan keadilan, bukan pada kekuatan modal,” ujarnya.

Jika benar terjadi pelanggaran hukum, mulai dari pemalsuan dokumen hingga penyelewengan aset oleh oknum yang berkedok proses hukum, maka persoalan ini tidak lagi sebatas perdata, melainkan indikasi pidana yang serius dan memerlukan perhatian negara.

Fakta Lapangan:

1. Laporan polisi atas nama Vashdev Dhalamal teregister di Polda Jabar dengan nomor: LP/B/554/XII/2024/SPKT/Polda Jawa Barat.

2. Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan No. B/226/III/RES.1.11/2025/Ditreskrimum telah diterima oleh pelapor.

3. Bukti transfer hasil penjualan aset dari pembeli kepada Sdri. Fitriani antara 16 Desember 2024 – Maret 2025 mencapai total Rp6,5 miliar.

4. Surat No. 023/PC/FSP TSK/CMI/XII/2024 dari SPSI kepada Presiden RI menyangkal adanya pencurian, meskipun ditemukan bukti transfer dana hasil penjualan yang diterima Sdri. Fitriani. (Tim Media)

(LitbangSC)
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Berdalih PHI, Aset Pabrik PT MSJ Cimahi Selatan Diduga Dijarah, Perkara Mandek, Penegakan Hukum Dipertanyakan!

Trending Now

Iklan