Foto: Dok. (Indra/SC) Beathor Suryadi: Pembaruan Hukum di Indonesia Bergantung pada Kemauan Politik Presiden. |
SUARA CIANJUR | CIANJUR - Usai mengisi kegiatan penting di Hotel Cianjur- Pacet, mantan aktivis Pijar 98, melontarkan kritik pedas terhadap kondisi hukum selama satu dekade terakhir di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Ia juga dikenal sebagai Pengacara yang kerap terlibat dalam kasus-kasus politik. Dia memiliki nama lengkap Bambang “Beathor” Suryadi.
Dari beberapa informasi yang didapat, Beathor saat masih sebagai mahasiswa di Universitas Pancasila pada 1980-an adalah sosok kritis terhadap rezim Orde Baru di bawah Soeharto. Sebagai sosok kritis nan vokal, Beathor juga sempat merasakan jeruji besi tahanan atas tuduhan menyebarkan selebaran subversif.
Dalam dunia politik, Beathor merupakan salah satu pendiri Relawan Penggerak Demokrasi (REPDEM), sebuah sayap dari PDI Perjuangan, dan pernah duduk sebagai anggota DPRD Lampung serta DPR RI menggantikan almarhum Taufik Kiemas.
“ Dunia hukum kita ambruk. KPK lumpuh, polisi tak berdaya, dan semua institusi hukum dikuasai keluarga Jokowi. Akibatnya, korupsi malah meningkat. Kita ini sampai tak bisa berharap banyak, karena semua kasus hukum tidak ada ujung keadilannya,” tegas Beathor dalam sesi wawancara usai menghadiri Kegiatan Musyawarah Besar YLBH Cianjur pada Sabtu, 19 Juli 2025.
Ia menilai bahwa sistem hukum di Indonesia saat ini berada dalam kondisi darurat dan memerlukan perombakan total.
Menurutnya meski pemerintahan telah berganti ke Presiden Prabowo Subianto, Beathor merasa pesimis jika tidak ada langkah konkret dan tegas dari kepala negara.
“ Sayang kalau lima tahun Prabowo ke depan hanya dihabiskan tanpa perubahan. Kabinetnya saya sebut sebagai ‘kabinet residivis’, banyak yang punya rekam jejak perkara tapi malah jadi menteri,” ungkapnya.
“ Kita sudah teriak-teriak, tapi Prabowo-nya tidak mau dengar. Apa boleh buat?,” Imbuhnya.
Ia juga menyinggung putusan Pengadilan Negeri Jakarta dalam kasus mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong), Beathor juga menyampaikan keheranannya. Ia mempertanyakan keadilan atas vonis tersebut.
“ Katanya ada tujuh dakwaan, tapi yang kena cuma sebagian. Tom Lembong bahkan sudah habis-habisan membuktikan dirinya tak bersalah. Tapi keadilan di era Jokowi seakan tidak berpihak. Kalau Prabowo hanya meneruskan warisan ini, dia bukan korban—dia justru tak berdaya,” jelas Beathor.
Menurutnya, pembaruan hukum di Indonesia sangat bergantung pada kemauan politik presiden. Ia menekankan pentingnya sikap independen Presiden Prabowo untuk melepaskan diri dari bayang-bayang pemerintahan sebelumnya.
“ Presiden punya hak prerogatif. Kalau dia mau menegakkan keadilan untuk rakyat, dia harus berani mengambil jalan sendiri, bukan hanya melanjutkan pola lama. Kalau tidak, kita hanya buang waktu,” tambahnya.
Di akhir sesi, Beathor menyampaikan pesan keras kepada Presiden Prabowo.
“ Berani enggak Prabowo menangkap orang-orang dekat Jokowi yang korupsi? Kalau tidak, jangan bicara penegakan hukum. Sekarang banyak yang kecewa, karena Prabowo tak lakukan apa yang dulu dia janjikan," tandasnya.
" Tapi semoga dengan kedekatannya ke dunia internasional, dia bisa bangkit dan laksanakan cita-cita presidensialnya. Kalau tidak, ya berarti dia hanya presiden tanpa arah.” pungkasnya.
(Indra)