Hubungan Pemikiran Max Weber dan H.L.A Hart dalam Sistem Hukum di Indonesia

suaracianjur.com
Desember 09, 2024 | 19:50 WIB Last Updated 2024-12-09T12:59:38Z
Foto: (Net) Photo Istimewa 

SUARA CIANJUR | JAKARTA - Relevansi Pemikiran Max Weber dan HLA Hart dalam Sistem Hukum di Indonesia serta merelevansi pemikiran Max Weber dan Hart dalam sistem hukum di indonesia. Max Weber, dengan teorinya tentang rasionalitas hukum dan hukum birokrasi, dengan membahas relevansi pemikiran keduanya, latar belakang ini bertujuan untuk menunjukkan pentingnya integrasi antara teori hukum dan praktik hukum dalam pembentukan kebijakan dan sistem hukum di Indonesia, serta menggali apakah pemikiran mereka dapat memberikan kontribusi terhadap penyelesaian tantangan.
Senin (9/12/2024).

Max Weber dan Herbert Lionel Adolphus Hart (H.L.A.Hart) adalah dua tokoh penting dalam  teori hukum dan sosiologi yang sangat membentuk pemahaman kita tentang hukum modern. 

Keduanya menawarkan perspektif yang berbeda namun saling melengkapi untuk memahami bagaimana hukum berfungsi dalam masyarakat. 

Di Indonesia, sistem hukum berkembang sangat dinamis sehingga menimbulkan tantangan berupa kesesuaian aturan formal dengan realitas sosial.

Dalam pemahaman hukum, Max Weber, seorang sosiolog terkemuka, memberikan kontribusi berharga melalui pandangannya tentang otonomi dan legitimasi hukum. 

Menurut Weber, hukum dilihat sebagai sebuah sistem norma yang terstruktur dengan baik dan berfungsi sebagai alat untuk menjaga keteraturan sosial dan kekuasaan politik.

Weber memperkenalkan ide "rasionalisasi" dalam hukum, di mana hukum lebih ditekankan pada prosedur formal dan aturan yang terdefinisi dengan jelas. Hal ini terkait dengan prinsip sistem hukum Indonesia yang mendasarkan pada hukum tertulis dan kodifikasi, sebagaimana tercermin dalam isi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) atau Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan landasan hukum negara.

Selain itu, Weber juga membedakan antara tiga bentuk sahnya otoritas, yaitu rasional-legal, karismatik, dan tradisional. Dalam konteks Indonesia, wewenang hukum biasanya berasal dari sistem rasional-legal, yang tercermin melalui pengakuan yang diberikan oleh negara melalui lembaga-lembaga resmi seperti Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung.

H.L.A. Hart, dalam teori positivisme hukumnya, memandang hukum sebagai sistem aturan yang terdiri dari aturan primer dan sekunder. Aturan primer mengatur perilaku warga negara, sementara aturan sekunder mengatur bagaimana aturan primer dapat diterapkan, dimodifikasi, dan ditafsirkan.

Di Indonesia, teori Hart sangat relevan dalam konteks pembentukan undang-undang dan implementasi sistem hukum. Negara Indonesia memiliki sistem hukum yang berbasis pada peraturan perundang-undangan, yang dalam perspektif Hart, berfungsi sebagai aturan primer yang harus diikuti oleh warga negara. 

Selain itu, aturan sekunder seperti mekanisme pengadilan dan prosedur peradilan juga sangat penting dalam memastikan bahwa aturan primer dapat diterapkan secara adil dan konsisten. Hart juga mengemukakan pentingnya "rule of recognition," yakni kriteria yang digunakan untuk mengenali aturan hukum yang sah. 

Di Indonesia, hal ini tercermin dalam pengakuan terhadap Undang-Undang Dasar 1945 sebagai sumber hukum tertinggi, serta pengakuan terhadap lembaga-lembaga hukum yang berwenang, seperti Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung

Secara keseluruhan, pandangan dari Weber dan Hart menjadi penting dalam pemahaman tentang hukum di Indonesia. Weber menjelaskan peranan hukum sebagai upaya untuk mengawasi perilaku masyarakat dan mengatur kekuasaan, sedangkan Hart menekankan perlunya tata aturan yang jelas dan terstruktur dalam proses penegakan hukum.

Di Indonesia, terdapat beberapa tantangan ketika melaksanakan keduanya. Contohnya, walaupun hukum dianggap sah berdasarkan prosedur yang berlaku, namun seringkali terjadi perbedaan dalam penerapan hukum karena dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, budaya, atau politik. 

Dalam konteks ini, Weber cenderung menyoroti pengaruh kekuasaan dan struktur sosial dalam penegakan hukum, sementara Hart lebih memprioritaskan kejelasan aturan dan kepastian hukum.

Keanekaragaman budaya, agama, dan etnis yang melimpah di Indonesia menghadirkan tantangan yang perlu diatasi. 

Dalam menerapkan hukum di Indonesia, penting untuk memperhatikan keragaman agar hukum menjadi dapat diterima dan diikuti oleh semua kalangan masyarakat. 

Karena itu, integrasi antara pemikiran Weber dan Hart dalam konteks Indonesia akan sangat bermanfaat, terutama untuk memperoleh pemahaman yang mendalam tentang peran hukum dalam menjaga keadilan serta keteraturan di tengah keragaman masyarakat.

Tentu, gagasan hukum Max Weber dan H. L. A. Hart dapat diterapkan di Indonesia dengan melakukan penyesuaian yang sesuai dengan konteks sosial, budaya dan politik yang ada dalam negara ini. Kedua pemikir tersebut memberikan pendekatan yang berbeda dan keduanya masih relevan untuk dianalisis dalam konteks sistem hukum Indonesia.
Foto: Dok. (Net) Max Weber (Photo Istimewa)

Max Weber  pandangan di Indonesia

Pandangan Max Weber di indonesia bahwa hukum merupakan bagian yang tak terpisahkan dari struktur sosial dan kekuasaan. Dalam situasi di Indonesia, gagasan Weber dapat diterapkan untuk mengkaji bagaimana hukum berhubungan dengan aspek budaya, tradisi, dan struktur kekuasaan dalam konteks masyarakat yang beragam seperti di Indonesia.

Weber mengidentifikasi tiga jenis otoritas hukum yang berbeda, yaitu otoritas rasional-legal yang berasal dari hukum yang terorganisir dan sistematis, otoritas karismatik yang berasal dari pengaruh pemimpin atau tokoh, serta otoritas tradisional yang berasal dari adat atau kebiasaan yang telah lama ada dalam masyarakat. 

Di Indonesia, meskipun hukum rasional-legal berlaku secara umum melalui peraturan perundang-undangan, namun di sebagian wilayah, hukum adat tetap memiliki relevansi yang tinggi dan mendapat penghormatan lebih dari masyarakat setempat. Contohnya, di wilayah-wilayah dengan karakteristik adat istimewa, hukum adat dapat berjalan sejajar atau bahkan memiliki pengaruh yang lebih kuat daripada hukum negara dalam situasi tertentu. 

Weber dapat membantu dalam memperjelas hubungan antara hukum negara dan hukum adat beserta cara keduanya berdampingan dengan harmonis.

Weber juga menggaris bawahi bahwa hukum tidak dapat dipisahkan dari struktur sosial yang ada. Dalam realitas Indonesia yang kaya akan keberagaman etnis, agama, dan budaya, Weber dapat memberikan pemahaman mendalam tentang peran hukum tidak sekadar sebagai alat untuk menegakkan aturan, melainkan juga sebagai komponen penting dalam kerangka sosial yang mencerminkan dinamika kekuasaan, ketimpangan, dan konflik yang ada di masyarakat.
Foto: Dok. (Net) H.LA. Hart (Photo Istimewa).

Pandangan  H. L. A. Hart di Indonesia

Hart menghadirkan teori hukum positivisme yang lebih terstruktur, dengan menitikberatkan pada aturan dan norma dalam sistem hukum. Teori Hart tetap relevan dalam konteks Indonesia, terutama saat kita ingin memahami sistem hukum yang berlaku di negara ini.

Menurut pandangan Hart, hukum merupakan kumpulan aturan yang diakui serta diterima oleh masyarakat. Dia juga menegaskan bahwa aturan pengakuan menjadi elemen terpenting dalam keberlakuan hukum. 

Di Indonesia, sistem hukum negara didasarkan pada peraturan yang tertulis dalam undang-undang, dengan harapan bahwa masyarakat akan mematuhi aturan tersebut. Hart membantu kita dalam menganalisis bagaimana hukum negara di Indonesia diakui dan diterapkan oleh masyarakat serta lembaga-lembaga negara.

Ketika menyoroti permasalahan Indonesia, tidak bisa dilewatkan ketegangan yang terjadi antara hukum negara yang bersifat positif dan hukum adat. 

Hart dapat membantu dalam menganalisis bagaimana hukum adat yang diakui di beberapa wilayah Indonesia bisa berinteraksi dengan hukum negara. Meskipun hukum positif lebih mendominasi di Indonesia, hukum adat tetap memberikan kontribusi dalam penyelesaian sengketa atau permasalahan sosial pada tingkat lokal.

Keteraturan dan penerapan hukum adalah fokus yang dititikberatkan oleh Hart terhadap bagaimana sistem hukum berfungsi dan cara aturan diterapkan dalam kehidupan masyarakat. Di Indonesia, terdapat isu-isu seputar penegakan hukum yang belum optimal, seperti ketidakadilan akses keadilan. 

Teori Hart dapat digunakan untuk mendalami penerapan dan penerimaan hukum negara oleh masyarakat, serta keberfungsian sistem aturan hukum yang ada.

Pemikiran hukum Max Weber dan H. L. A. kedua memiliki pandangan yang menarik. Hart dapat digunakan di Indonesia, tetapi dalam situasi yang berbeda. Weber memberikan pandangan yang lebih dalam mengenai keterkaitan antara hukum, budaya, dan kekuasaan di dalam masyarakat. 

Pemikirannya sangat bermanfaat dalam memahami bagaimana hukum di Indonesia saling berinteraksi dengan adat, tradisi, dan struktur sosial yang beragam. Hart mengulas tentang struktur dan sistem hukum beserta implementasinya dalam masyarakat dengan penjelasan yang mendalam. 

Pemikirannya masih relevan dalam mengkaji penerimaan dan pelaksanaan hukum negara di Indonesia, serta kemungkinan timbulnya konflik antara hukum negara dan hukum adat. Kedua hal tersebut saling melengkapi dan memberikan sudut pandang yang berbeda dalam menganalisis hukum di indonesia.

Penulis: Dimas Tri Purtanto.


Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Hubungan Pemikiran Max Weber dan H.L.A Hart dalam Sistem Hukum di Indonesia

Trending Now

Iklan