Foto: Dok. (Net) Kembali Lontarkan Pernyataan Kontroversial, Beathor Suryadi sebut Sri Mulyani titipan Bank Dunia (Photo Istimewa). |
SUARA CIANJUR | JAKARTA - Pasca beredarnya video joget- joget wakil rakyat di berbagai platform media sosial menuai kritikan beragam dari pengguna media sosial, kali ini kritik tajam datang dari Bambang “Beathor” Suryadi, mantan aktivis Pijar 98 sekaligus pengacara senior, ia tak segan menyebut kondisi hukum dan pemerintahan dalam satu dekade terakhir berada di titik nadir. Ia juga kerap melontarkan pernyataan yang kontroversial. Kamis (21/8/2025).
“Negara ini sudah 80 tahun merdeka, tapi justru baru kali ini kita melihat anggota DPR asyik berjoget ketika rakyat menjerit. Dulu anggota dewan berjuang untuk rakyat, sekarang mereka sibuk menari di atas penderitaan rakyat. Jelas ini tanda kemerosotan!,” tandas Beathor, Rabu (20/8/2025).
Kemudian Beathor menyinggung masalah kenaikan pajak daerah, menurut dia, pemicu kenaikan pajak daerah bermula dari kebijakan pusat. Ia menyebut Kementerian Keuangan dibawah Sri Mulyani sebagai biang keladi. Pengurangan dana transfer ke daerah membuat para kepala daerah terpaksa mencari jalan pintas dengan menaikkan pajak, yang ujung-ujungnya membebani rakyat kecil.
“Kalau dana ke daerah dipotong, kepala daerah pasti menaikkan pajak. Itu logikanya. Jadi jangan salahkan bupati atau gubernur, salahkan kebijakan pusat. Kalau ini terus dibiarkan, percayalah, gejolak sosial tidak bisa dihindari. Bisa terjadi pemberontakan di mana-mana,” terangnya.
Ia menilai kebijakan pajak yang terus digencarkan pemerintah sangat berbahaya. Sebab, selain menambah penderitaan rakyat, hal ini juga memperbesar jurang ketidakadilan antara rakyat kecil dengan pejabat yang menikmati fasilitas mewah.
Lebih jauh, Beathor secara terbuka mengkritik dominasi Sri Mulyani dalam kebijakan fiskal Indonesia.
“Sri Mulyani ini jelas titipan Bank Dunia. Dari zaman SBY sampai sekarang, kebijakannya tidak pernah berubah, rakyat terus dibebani pajak. Presiden berganti-ganti, tapi semua tunduk padanya. Kenapa? Karena dia punya jaringan internasional. Itulah yang membuat presiden, termasuk yang sekarang, tidak berani menggantinya,” ungkap Beathor.
Ia bahkan menyebut, selama dua dekade terakhir, arah kebijakan fiskal tidak pernah lepas dari intervensi asing.
“Jangan berpikir Presiden bisa mandiri selama masih bergantung pada Sri Mulyani. Kalau Presiden yang berkuasa saat ini, ingin membuktikan dirinya pemimpin sejati, langkah pertama adalah mengganti Sri Mulyani dengan ekonom-ekonom hebat yang benar-benar nasionalis, yang berani menolak intervensi asing,” tambahnya.
Beathor menekankan bahwa pemerintah harus segera mencari solusi lain untuk menutup kebutuhan anggaran, bukan dengan jalan pintas menaikkan pajak. Menurutnya, jika pola ini diteruskan, tidak hanya ekonomi rakyat yang makin hancur, tetapi stabilitas negara juga bisa terguncang.
“Kenaikan pajak harus dihentikan! Negara tidak boleh terus-menerus hidup dengan memeras rakyat. Cari alternatif pembiayaan lain, gali potensi ekonomi, berdayakan sumber daya alam, dan stop ketergantungan kepada jaringan internasional. Kalau tidak, krisis sosial dan politik hanya tinggal menunggu waktu,” tegas Beathor.
Di akhir pernyataannya, Beathor menitipkan pesan kepada Presiden. Ia berharap pemerintahan baru ini tidak mengulang kesalahan pemerintahan sebelumnya yang terlalu bergantung pada Sri Mulyani dan kebijakan pro-pajak.
“Beliau harus mengumpulkan tim ekonomi yang benar-benar berani, yang berpihak pada rakyat, bukan sekadar boneka Bank Dunia. Kalau masih takut, berarti kita akan terus dijajah secara ekonomi, meski secara politik kita mengaku merdeka,” tutup Beathor.
(Indra)