Agraria Institute Ingatkan Pemangku Kebijakan Soal Redistribusi eks HGU Rejo Sari Bumi

suaracianjur.com
April 24, 2024 | 22:55 WIB Last Updated 2024-04-24T16:01:31Z
Foto: Dok. Fer. Lahan yang diduga diredistribusikan untuk masyarakat 

SUARA CIANJUR | BOGOR - Ketua Agraria Institute Kordinator daerah (Korda) Bogor, Ahmad Yani meminta para Pemangku Kebijakan  terlebih dahulu melakukan kajian maupun pengecekan secara optimal dalam mengeluarkan kebijakan program redistribusi lahan eks PT Rejo Sari Bumi (RSB) unit Tapos karena lahan tersebut tidak lagi dikelola atau digarap masyarakat tapi di duga sudah dikuasai perorangan alias tuan tanah.

Sebelumnya pada (21/4) Menteri ATR/Kepala BPN Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Jajaran nya didampingi Forkopimda Kabupaten Bogor dan ATR/BPN 1 Bogor datang ke Cibedug Ciawi Bogor, untuk penanaman ribuan pohon mahoni serta redistribusi lahan untuk petani setempat dalam rangka memperingati hari bumi sedunia. Rabu, (24/4/2024).

"Masyarakat tidak lagi menguasai lahan eks PT Rejo Sari Bumi Unit Tapos, karena lahan garapan mereka sudah di over alihkan ke perorangan alias tuan tanah. Jadi, program redistribusi lahan hanya akan menguntungkan elit bukan masyarakat," ungkap Ahmad Yani kepada wartawan, Rabu, (24/04).

Dari hasil penelitian, kata dia lagi, praktik pemindahan penguasaan lahan dari para petani penggarap kepada perorangan (tuan tanah-red) yang dikenal dengan istilah over alih garapan melibatkan perantara yang disebut biong tanah. Peran pemerintah desa setempat dalam hal ini, tambah Yani, dengan cara mengeluarkan surat keterangan garap. Artinya, praktik over alih lahan dari petani penggarap kepada tuan tanah diketahui dan dicatat pemerintah desa.

"Diduga ada keuntungan yang diterima pemerintah desa dari proses over alih lahan dari petani penggarap kepada perorangan alias tuan tanah. Soal dugaan untung yang diterima kepala desa tergantung luas lahan yang diover alihkan," tambahnya.

Kebijakan redistribusi lahan eks PT Rejo Sari Bumi Unit Tapos pada 2015 silam, sambungnya, terungkap fakta dilapangan bahwa sertifikat yang diserahkan ternyata lahan di blok I,II dan III seluas hampir 14 hektar ternyata milik seorang tuan tanah yang belakangan diketahui bernama HAB nama diinisialkan.

"Saat itu, untuk lahan blok I, II dan III diserahkan sebanyak 48 sertifikat. Masyarakat diduga hanya dipinjam identitasnya agar lahan itu bisa disertifikatkan, padahal mereka tidak lagi menguasai lahan tersebut, persoalan ini harus menjadi pelajaran agar tidak terulang kembali," jelasnya.

Diduga, terbitnya sertifikat hasil pengajuan redistribusi, lanjutnya, melalui proses pengajuan hak ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bogor dengan catatan pemohon harus merupakan warga setempat dengan luasan lahan maksimal 1 hektar, kemudian diterbitkan Izin Pengalihan Hak (IPH) dan dokumen lainnya oleh BPN.

"Lahan eks PT Rejo Sari Bumi Unit Tapos mayoritas dikuasai perorangan bukan petani penggarap, jika ada pengajuan atau permohonan untuk sertifikat melalui redistribusi perlu ditelusuri secara optimal," pintanya.
Foto: Dok. Fer. Plang tanah HGU 

Dugaan penguasaan lahan eks PT Rejo Sari Bumi Unit Tapos oleh perorangan alias tuan tanah, dibenarkan H Damang Siregar, tokoh masyarakat di Desa Cibedug, Kecamatan Ciawi. Ia menuturkan, saat ini hampir 90 hektar lahan yang awalnya digarap oleh petani kini sudah beralih kepada perorangan alias tidak lagi digarap masyarakat setempat.

" Yang menguasai lahan ada beberapa orang, mereka membeli dari para petani penggarap dengan istilah over alih garapan luasnya ada yang 4 hektar bahkan puluhan hektar. Dalam proses over alih garapan itu, pemerintah desa diduga mendapatkan bagian antara 3 ribu hingga 5 ribu per meter," jelasnya.

Praktik over alih garapan di lahan eks PT Rejo Sari Bumi Unit Tapos yang berada di Desa Cibedug, masih kata dia, terjadi beberapa waktu lalu seluas hampir 7 ribu meter. Dari proses peralihan itu, kepala desa diduga menerima 5 ribu per meter dan surat keterangan garap maupun surat over alih dikeluarkan pemerintah desa untuk pegangan pihak yang menerima over alih lahan.

"Kalau harga dari petani penggarap dengan penerima garapan itu tergantung kesepakatan para pihak, proses itu diketahui pemerintah desa," bebernya.

Terpisah, Salah satu Kepala Desa (DS), dikonfirmasi atas dugaan telah menerima hasil dari over alih lahan garapan tidak berada di kantor. Saat dihubungi via selulernya, Kades membantah telah terlibat atau pun menerima sejumlah uang dari hasil proses over alih garapan dari para petani penggarap.

"Itu tidak benar dan berbau fitnah. Saya tidak pernah terlibat apalagi menerima hasil over alih lahan dari petani penggarap ke pihak lain," singkat Kades. 

(Tim)


Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Agraria Institute Ingatkan Pemangku Kebijakan Soal Redistribusi eks HGU Rejo Sari Bumi

Trending Now

Iklan