Agraria Institute Bersama FWBS Pelopori Dialog Pertanahan dan Tata Ruang di Kabupaten Bogor

suaracianjur.com
Mei 10, 2025 | 20:46 WIB Last Updated 2025-05-10T13:50:42Z
Foto: Dok. (Fer/Yan/SC) Dialog pertanahan dan tata ruang, dengan pemateri utama Direktur Agraria Institute Dede Firman Karim.

SUARA CIANJUR | BOGOR - Upaya memperkuat kesadaran serta pemahaman mengenai pentingnya pengelolaan tanah yang berkelanjutan, Agraria Institute, Forum Wartawan Bogor Sejahtera (FWBS), Aliansi Masyarakat Bogor Sejahtera (AMBS), dan Himpunan Petani Peternak Milenial Indonesia (HPPMI) menggelar diskusi pertanahan dan tata ruang, dengan tema "Tanah Sumber Kehidupan dan Kedaulatan Kabupaten Bogor".

Acara berlangsung di pusat kota Bogor, di hadiri oleh berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah daerah, akademisi, aktivis lingkungan, dan masyarakat umum. Dalam dialog ini, para peserta berdiskusi tentang tantangan dan peluang yang dihadapi dalam pengelolaan tanah, serta pentingnya keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang di Kabupaten Bogor.

Pembicara utama dalam kegiatan dialog pertanahan dan tata ruang, Dede Firman Karim Direktur Agraria Institute menegaskan.

" Penguasaan tanah serta hak atasnya, memahami asal-usul objek tanah dan memahami langkah kebijakan pemerintah yang membidangi pertanahan dan tata ruang wajib kita fahami, secara yuridis, seseorang tidak memiliki hak jika tidak memiliki sertifikat tanah," ungkap Firman dalam sesi tanya jawab dialog pertanahan dan tata ruang, Sabtu (10/5/2025).

Ia juga mengingatkan agar masyarakat tidak terjebak dalam okupasi dan harus membela kebenaran. Langkah-langkah yang disarankan termasuk mencari informasi tentang status tanah dan memastikan kesesuaian data fisik dan yuridis. 

" Perlunya kajian yang komprehensif sangat penting, karena tidak semua pihak memahami administrasi pertanahan," Imbuhnya.

Dalam dialog tersebut para pihak yang hadir mengutarakan pemikirannya, salah satunya dari Kepala Desa, ia mengungkapkan terkait masalah hak milik yang dibeli oleh PT MNC, di mana pajak masih ada meskipun tanah sudah dijual. 

" PT MNC tidak memiliki surat pengalihan yang sah, sehingga dianggap mengemplang," jelasnya. 

Ia menekankan bahwa perlindungan hukum dan kepastian hukum diperlukan, karena menggarap tanah dan membayar pajak tidak menjamin kepemilikan. 

Sementara itu Narasumber Dialog menekankan, diskusi harus didasarkan pada data yang otentik agar dapat memberikan argumen yang tepat, dan semua masyarakat diharapkan tertib administrasi, fisik, dan hukum.

Pada kesempatan yang di berikan moderator, salah seorang petani penggarap mengungkapkan keluhannya.

" Kami sebagai petani penggarap di wilayah ini bertanya apakah harus terus bertahan tanpa berhenti dan bagaimana dengan jaminan hukum, keamanan, dan kepastian. Kami memiliki hak garap, namun dengan polemik yang ada, tidak ada kepastian," keluhnya.

Ia menekankan perlunya teknik yang lebih baik untuk mencapai hasil yang lebih baik dan menghormati produk hukum yang diterbitkan oleh badan pertanahan nasional.

Dalam kesempatan tersebut, Firman juga menjelaskan tentang penggunaan sistem koordinat dan referensi geodetik seperti WGS 84 dan DGM 45 dalam pemetaan, serta pentingnya pemahaman ilmu spasial bagi aktivis. 

" Analisis dan kajian sebelum mengambil tindakan terkait status hukum objek sangat penting," tambahnya menekankan tanggung jawab BPN dalam pengawasan.

Ketua FWBS, Acep Mulyana, menyatakan; " Kita berkumpul dalam rangka silaturahmi untuk berkolaborasi dalam berbagai isu besar seperti penataan ruang, pelestarian lingkungan, lahan garapan, dan persoalan sosial kemasyarakatan. Harapan ke depan adalah menemukan solusi terbaik untuk mengurangi berbagai persoalan yang ada," benernya.

Ketua AMBS, Muhsin, menyampaikan salam dari LPH Gebrak dan menjelaskan bahwa mereka tidak bisa hadir. Dalam diskusi Ia menekankan perlunya evaluasi tata ruang di kawasan selatan yang menjadi target wisata dan pengembang, serta menyebutkan bahwa mereka telah mengajukan surat ke Senayan untuk bertemu dengan komisi terkait.

Ketua HPPMI, Yusuf Bahtiar, mengingatkan pentingnya dukungan dari media dan aktivis untuk membantu permasalahan yang dihadapi para petani, terutama di Bogor Selatan. 

" Banyak petani yang menggarap tanah dengan status hukum yang tidak jelas, dan ini menyebabkan konflik," katanya.

Dengan adanya dialog ini, diharapkan akan muncul langkah-langkah konkret dalam pengelolaan pertanahan yang lebih baik, demi kesejahteraan masyarakat dan keberlanjutan lingkungan di Kabupaten Bogor.

(Fer)
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Agraria Institute Bersama FWBS Pelopori Dialog Pertanahan dan Tata Ruang di Kabupaten Bogor

Trending Now

Iklan